Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2008

Jangan Bersedih Karena Rezeki Sulit

Yang memberi rezeki itu hanya satu, Allah Swt. Seluruh rezeki hamba itu berada di sisi-Nya, dan Dia telah mengatur semua itu. Sebagaimana Allah berfirman: ”Dan, di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu,” (QS. Adz-Dzariyat: 22). Jika kita tahu dan yakin bahwa yang memberikan rezeki itu adalah Allah Swt, maka mengapa kita harus menjilat, melakukan korupsi, dan menerima suap yang pada akhirnya itu merendahkan harga diri di hadapan orang lain hanya karena ingin memperoleh rezeki dari sesama manusia? Bukankah mereka juga mendapatkan rezeki juga dari Allah Swt? Allah Swt berfirman: ”Dan tidak ada suatu binatang melatapun di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezeki, ” (QS. Hud: 6). Dalam firman-Nya tersebut sudah sangat jelas bahwa Allah Swt akan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya di muka bumi ini, tidak hanya manusia bahkan binatang melatapun mendapatkan rezeki sesuai yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Ini berarti kita

KH. ACHMAD SJAICHU

Gambar
(PENDIRI PESANTREN AL-HAMIDIYAH) Mendirikan pesantren untuk mengembangkan dakwah Islamiyah merupakan salah satu cita-cita luhur KH. Achmad Sjaichu (Almarhum). Sebagai orang yang sejak kecil hidup dan dididik di lingkungan pesantren, wajar saja jika KH. Achmad Sjaichu bercita-cita untuk mendirikan sekaligus mengasuh pesantren. Siapakah KH. Achmad Sjaichu, pendiri dan pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah ini ? KH. Achmad Sjaichu dilahirkan di daerah Ampel, Surabaya, pada hari Selasa Wage, 29 Juni 1921. Beliau putra bungsu dari dua bersaudara putra pasangan H. Abdul Chamid dan Ny. Hj. Fatimah. Pada usia 2 tahun Sjaichu sudah yatim, ditinggal wafat oleh ayahnya. Sepeninggal ayahnya, Achmad Sjaichu bersama kakaknya , Achmad Rifa'i, diasuh oleh ibunya dengan tekun dan tabah. Untuk memperoleh pendidikan agama, Sjaichu belajar kepada K. Said, guru mengaji bagi anak-anak di sekitar Masjid Ampel. Pada usia 7 tahun Sjaichu sudah menghatamkan Al-Qur'an 30 Juz. Selain belajar agama, Sjaich

KH. Ahmad Dahlan: Tokoh Pembaru Islam Indonesia dan Pendiri Muhammadiyah

Gambar
Lahir dengan nama Muhammad Darwis pada tahun 1868 M bertepatan dengan 1285 H, di Kauman, Yogyakarta. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman seorang ulama dan khatib terkenal di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta saat itu yang jika diteruskan, maka garis keturunan KH. Ahmad Dahlan akan sampai ke Maulana Malik Ibrahim seorang wali besar dan salah satu wali yang berpengaruh di antara wali songo. Sedangkan ibunya Nyai Abu Bakar adalah putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan, pejabat Kapengulon Kesultanan di Yogyakarta. Pendidikan agama pertama kali ia terima langsung dari orangtuanya. Saat itu kebiasaan anak-anak kiai Kauman adalah belajar ilmu Fiqh, Al-qur’an, tata bahasa Arab, seperti nahwu dan sharaf, hadis dan ilmu-ilmu lainnya, mereka pun belajar pencak silat. Karena saat itu kondisi masyarakat sekitar jika belajar di sekolah milik penjajah maka akan dicap sebagai kafir. Maka pusat kegiatan mereka dalam menimba ilmu adalah masjid atau surau. Pada umur 15 tahun, beliau per

Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman

Prof.Drs. Asjmuni Abdurrahman adalah profesor Hukum Islam dari IAIN (sekarang Universitas Islam) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Beliau memiliki spesifikasi dan keahlian yang mumpuni dibidang ilmu fiqih maupun menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ijtihad, tarjih , serta persoalan-persoalan kontemporer dalam hukum Islam. Profesor Asjmuni, begitu beliau disapa, baik oleh mahasiswa maupun koleganya di Muhammadiyah ataupun di kampus, merupakan sosok pribadi yang memiliki pengetahuan yang luas, kalem, sederhana, serius, serta selalu tegas dan lugas dalam keadaan apapun terutama bila berbicara mengenai ilmu fiqh maupun penentuan hukumnya. Prof. Drs. H. Asjmuni lahir di Yogyakarta pada tanggal 10 Desember 1931. Asjmuni mulai belajar di Sekolah Rakyat Muhammadiyah dan lulus tahun 1947. setelah itu, Asjmuni melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan tamat pada tahun 1953. kemudian setelah tamat dari SGHA, Asjmuni melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu Fakultas Syariah

Kiai Cholil (1235 – 1343 H)

lihat sepenuhnya

KH. Hasan Basri (1920 – 1998)

klik di sini